Kamis, Mei 19, 2011

Ketika Allah berkata Tidak !

Ya Allah, ambillah kesombongan dariku....
"Tidak. Bukan AKU yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya !"

Ya Allah, berilah aku kesabaran....
"Tidak. Kesabaran diperoleh dari ketabahan dalam menghadapi cobaan. AKU tidak memeberikan kesabaran, engkau harus meraihnya sendiri !"

Ya Allah, berilah aku kebahagiaan....
"Tidak. AKU memberi keberkahan dan hikmah, sedangkan kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri !"

Ya Allah, jauhkanlah aku dari kesusahan....
"Tidak. Penderitaan akan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu padaKU !"

Ya Allah, beri aku segala yang menjadikan hidup ini nikmat....
"Tidak. AKU beri kau akal dan kalbu serta Al-Qur'an, supaya kau dapat menikmati kehidupan !"


Sumber:
Sentuhan Kalbu

Jumat, April 22, 2011

Andaikan Ini (Menikmati) Satu Hari Terakhir

Mencoba untuk menuangkan pikiran yang melintas dibenak... Entahlah, tiba-tiba pikiran 'Satu Hari Terakhir' ini datang 'menggoda'. Yuk, mari kita berandai-andai. Sejenak bermain-main dengan imajinasi....

Ada dua pikiranku mengenai satu hari terakhir.....

1. Alamanda Satu Hari Terakhir

Bagiku, berada di sini merupakan salah satu anugrah terindah yang aku nikmati. Bahagia bisa bersahabat dan bersaudara dengan orang-orang yang luar biasa. Berada di antara kumpulan orang-orang yang ber-keterbatasan dan ber-kelebihan. Tentu aku pun juga memiliki kelebihan dan keterbatasan diri. Namun satu hal yang membuat aku takjub, ketulusan yang mereka beri. Mereka turut bahagia dan mendorong segala kelebihan yang aku miliki tanpa terbesit iri dan menutupi keterbatasanku dengan kelebihan mereka dengan rela. Mereka hadirkan keseimbangan dalam hidupku, terkadang jadi pemberat agar aku tak melayang dalam bergerak cepat dan terkadang meringankan saat aku tertatih-tatih dalam menapaki langkah. Mungkin itulah perjalanan hidup, ada kala menurun dan ada kala jalannya menanjak.

Flash-back.....saat menapaki langkah pertama di sini....menyusuri koridor yang berfungsi ganda sebagai mushola, hawa sejuk dan tenangnya perlahan-lahan menyusup-menyusuri relung hati. Plus sapaan makhluk 'aneh' yang ramah lengkap dengan senyum hangatnya, mencairkan persepsi yang tanpa sadar telah mengkristal bak gunung es di kutub utara....

Yah...perlahan namun pasti, aku terkesan !!!

Lengkap dengan 'bonus' pemandangan alam yang disaksikan dari balkon, mengingatkan aku dengan roman-roman angkatan balai pustaka yang mendeskripsikan tentang kota Padang--yang dikelilingi oleh benteng alam bukit barisan serta hamparan Samudra Hindia yang luas membentang. Satu kesan yang senantiasa membekas di hati... sulit untuk pergi...karena aku telah jatuh hati di sini.

Mengenang kembali bagaimana aku bisa betah tinggal serumah dengan makhluk-makhluk 'aneh' ini... Kalau ketemu lawan jenis di jalan, jalannya nunduk-nunduk, andaikan di depan ada tiang listrik bisa nabrak [upss...tapi ini fakta ^_^]. Hufft...amat beda dengan aku, yang dulu terbiasa berinteraksi dengan laki-laki [habis saudara-saudara kandungku tak ada yang perempuan].... Jawabannya.... ada dua hal penting yang aku dapatkan di sini, rasa aman dan nyaman.
Kecenderungan hati yang mencari aman dan mendambakan kenyamanan...

Tak terbayangkan suatu hari nanti aku akan menapaki langkah kembali, perlahan-lahan menjauh dari sini. Bayangan itu merupakan keniscayaan, karena hidup merupakan perjalanan panjang mengumpulkan bekal untuk menuju keabadian [Jannah].

Namun aku pergi bukan dengan hati yang 'kosong' seperti pertama kali menyusuri koridor. Aku pergi dengan berjuta kenangan indah di hati...yang mungkin bakalan menjadi True Story-ku. Mungkin kelak akan menjadi kisah kerinduan, seperti pertama kali aku merindukan rumah orang tuaku ketika aku harus 'bermain di luar', yang kata ayah-bundaku semuanya ini harus aku lalui demi masa depanku kelak yang lebih indah.

Entahlah...andaikan ini satu hari terakhir di Alamanda, aku ingin mengelilingi tiap pojok serinci-rincinya tanpa ada yang terlewati demi mempertajam warna lukisan di hati. Dan tentu aku akan menghabiskan waktuku untuk bercengkerama bersama mereka....yang entah di waktu kapan bisa berjumpa kembali. Mengucapkan sebait kata, 'Semoga ALLAH meridhoi reunian kita kelak di Jannah-NYA....dan....ketahuilah aku ingin kelak kita kembali bertetangga di Syurga bersama Rasulullah SAW yang mulia'. Semoga ALLAH memperkenankan cita-cita kita, aamiin.

2. Satu Hari Terakhir di Dunia

Kira-kira apa yang akan kita lakukan..... andaikan datang pesan yang mengingatkan kita, 'waktumu untuk hidup tinggal satu hari lagi'. Panik kah ??? buru-buru untuk beribadah, berdo'a memohon ampunan atau kita tetap bersantai menikmati hari seolah-olah kita akan hidup seribu tahun lagi....RENUNGKANLAH !


*****
Note:
Dalam Selimut Malam: Sekedar coretan tak telalu penting dari sesosok insan yang tengah belajar tuk MANDIRI ^_^

Minggu, April 17, 2011

Refleksi Diri

Ilustrasi:
Di satu kelas pada mata pelajaran Biologi, Sang Guru bertanya kepada muridnya: "Anak-anakku, kira-kira menurut kamu apa yang membuat ikan yang hidup bertahun-tahun di laut yang asin tetap tawar ? " Murid-murid sibuk memikirkan jawaban dari pertanyaan Sang Guru. Seketika kelas menjadi hening...semuanya tenggelam dalam pikiran masing-masing. Lalu selang beberapa menit kemudian tiba-tiba seorang anak laki-laki yang duduk di pojok kanan belakang mengacungkan jarinya. "Saya bisa Bu... Saya pikir itu karena ikannya masih hidup Bu ! Coba kalau ikannya mati, direndam dalam air asin hanya beberapa jam saja ikannya langsung berasa asin".

*******

Kata kunci:
Ikan, Laut, Asin, Ikan Hidup dan Ikan Mati.


Logikanya dapat disimpulkan, ikan yang hidup akan tetap tawar, walaupun hidup bertahun-tahun di laut yang asin dan luas. Sementara itu, ikan yang mati hanya selang beberapa jam akan berasa asin jika direndam dalam air asin, walaupun air asinnya cuma satu ember.
Sesuatu yang dikatakan hidup diantaranya ditandai dengan bergerak dan tumbuh.

Ikan diibaratkan dengan manusia dan laut adalah tempat hidup, sedangkan rasa asin diumpamakan dengan segala macam problema.

Begitulah manusia, bila jasadnya hidup diiringi dengan akal dan hati yang hidup, maka segala macam problema yang kita hadapi tak akan memepengaruhi kualitas diri. Apapun itu permasalahannya. Baik itu besar maupun kecil. Maka BERGERAK dan TUMBUHLAH !!! dengan itu menandakan ENGKAU HIDUP dan BERKUALITAS.


*******
Note:
Balkon lantai 3 Alamanda: Mempertajam analisis wacana.

Kamis, Maret 10, 2011

Pesan Ayah Ibu......

Anakku yang ku sayangi.......

Pada suatu saat dikala kamu menyadari bahwa aku telah menjadi sangat tua, cobalah berlaku sabar dan cobalah mengerti aku.
Jika banyak makanan yang tercecer dikala aku makan.....
Jika aku kesulitan dalam mengenakan pakaianku sendiri......sabarlah !!!

Kenanglah saat-saat dimana aku meluangkan waktuku untuk mengajarimu tentang segala hal yang kau perlu tahu, ketika kau masih kecil.

Jika aku mengulang mengatakan hal yang sama berpuluh kali, jangan menghentikanku ! Dengarlah aku !
Ketika kau kecil, kau selalu memintaku membacakan cerita yang sama berulang-ulang, dari malam yang satu ke malam yang lain hingga kau tertidur, dan aku lakukan itu untukmu !
Jika aku enggan mandi, jangan memarahiku dan jangan katakan kepadaku bahwa itu memalukan. Ingatlah berapa banyak pengertian yang ku berikan padamu menyuruhmu mandi dikala kecilmu.

Aku mengajarimu banyak hal....... Cara makan yang baik, cara berpakaian yang baik, berperilaku yang baik.....bagaimana menghadapi problem dalam kehidupan.....!

Jika terkadang aku menjadi pelupa dan aku tidak dapat mengerti dan mengikuti pembicaraan, beri aku waktu untuk mengingat dan jika aku gagal melakukannya jangan sombong dan memarahiku, karena yang penting bagiku adalah....aku dapat bersamamu dan dapat berbicara padamu.
Jika aku tak mau makan, jangan paksa aku ! Aku tahu bilamana aku lapar dan kapan aku tak lapar.
Ketika kakiku tak lagi mampu menyangga tubuhku untuk bergerak seperti sebelumnya....bantulah aku dengan cara yang sama ketika aku merengkuhmu dalam tanganku, mengajarimu melakukan langkah-langkah pertamamu.....

Dan kala suatu saat nanti, ketika aku katakan padamu bahwa aku tak lagi ingin hidup......, ketika aku ingin mati...., jangan marah....., karena pada saatnya nanti kau juga akan mengerti !!!
Cobalah untuk mengerti bahwa pada usia tertentu, kita tidak benar-benar 'hidup' lagi, kita hanya 'tidak mati'.
Suatu hari kelak kau akan mengerti bahwa di samping semua kesalahan yang aku buat, aku selalu ingin apa yang terbaik bagimu dan bahwa aku siapkan dasar bagi perkembangan dan kehidupanmu kelak.
Kau tak usah merasa sedih, tidak beruntung atau gagal dihadapanku, melihat kondisiku dan usiaku yang sudah betambah tua.
Kau harus ada di dekatku, mencoba mengerti aku bahwa hidupku adalah bagimu, kesuksesanmu, seperti apa yang ku lakukan pada saat kau lahir.
Bantulah aku untuk berjalan, bantulah aku pada akhir hidupku dengan cinta dan kesabaran.

Satu hal yang membuatku harus berterimakasih padamu adalah senyum dan kecintaanmu padaku.
Aku mencintaimu anakku........

Ayah Ibumu......

Kamis, Maret 03, 2011

Tuhan Sembilan Senti

Oleh: Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok, tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok.

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah…ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya apakah ada buku tuntunan cara merokok.

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok.

Negeri kita ini sungguh nirwana kayangan para dewa-dewa bagi perokok, tapi tempat cobaan sangat berat bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran, di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok.

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut dan hidungnya mirip asbak rokok.

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul saling menularkan HIV-AIDS sesamanya, tapi kita tidak ketularan penyakitnya. Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya mengepulkan asap rokok di kantor atau di stop-an bus, kita ketularan penyakitnya. Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS.

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia, dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu, bisa ketularan kena.

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok.

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil, pertandingan bulutangkis, turnamen sepakbola mengemisngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok.

Di kamar kecil 12 meter kubik, sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh, dengan cueknya, pakai dasi, orang-orang goblok merokok.

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im sangat ramah bagi orang perokok, tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok.

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru, diam-diam menguasai kita.

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh, duduk sejumlah ulama terhormat merujuk kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.

Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka terselip berhala-berhala kecil, sembilan senti panjangnya, putih warnanya, kemana-mana dibawa dengan setia, satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya.

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang, tampak kebanyakan mereka memegang rokok dengan tangan kanan, cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda yang terbanyak kelompok ashabul yamiin dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz. Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
Kalau tak tahan, di luar itu sajalah merokok.

Laa taqtuluu anfusakum. Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr. Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi). Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok. Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz. Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang, karena pada zaman Rasulullah dahulu, sudah ada alkohol, sudah ada babi, tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok, lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan, jangan.

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu, yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir. Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap, dan ada yang mulai terbatuk-batuk.

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini, sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok. Korban penyakit rokok lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas.

Lebih gawat ketimbang bencana banjir, gempa bumi dan longsor, cuma setingkat di bawah korban narkoba.

Pada saat sajak ini dibacakan, berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya, bersembunyi di dalam kantong baju dan celana, dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna, diiklankan dengan indah dan cerdasnya.

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri, tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini, karena orang akan khusyuk dan fana dalam nikmat lewat upacara menyalakan api dan sesajen asap tuhan-tuhan ini.

Rabbana, beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.